Sabtu, 17 Desember 2011

Sustainable for Life


Roof Garden Menyongsong Indonesia Hijau
Ditulis oleh: Nor Istiqomah

Jumlah penduduk Indonesia menduduki peringkat empat se dunia. Jumlah ini mencapai 218.868.791 jiwa per 2005 [1]. Jumlah ini tentu tidak statis bahkan akan selalu bertambah meski juga ada pengurangan. Semakin padatnya penduduk Indonesia menjadikan kebutuhan akan ruang tinggal juga meningkat tajam. Kebutuhan ruang untuk menampung aktifitas penduduk perkotaan termasuk juga fasilitas pemukimannya terasa semakin mendesak. Hal ini menjadi semakin serius sehubungan dengan keterbatasan lahan yang ada. Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya kota karena menggusur lahan hijau yang dulu ada. Keberadaan kota tak lepas dari menyempitnya lahan hijau desa. Menggusur atau mengkonversi lahan menjadi bangunan semakin sering terjadi mengingat semakin banyak dan beragamnya kepentingan untuk kehidupan manusia.
Ruang yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara akan terus direncanakan penggunaannya selama manusia ada. Proses perencanaan tata ruang, khususnya daratan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang akan terus dijalankan dan terorientasi pada kebutuhan manusia. Namun permasalahan yang muncul semakin kompleks ketika perencanaan tersebut tidak mengindahkan faktor ekologi. Kebutuhan tempat tinggal, ruang aktifitas, industri seketika akan menyulap ruang terbuka hijau menjadi bangunan gedung. Untuk itu perlu langkah jitu, strategis, dan komprehensif, juga keberpihakan dan kebijakan pihak berwenang di dalam mengatur pembangunan dan pemanfaatan gedung agar dapat berfungsi sesuai kebutuhan hidup masyarakat secara utuh. Kebutuhan akan tempat tinggal memang suatu kebutuhan primer, demikian juga perhatian akan kondisi ekologi menjadi penting untuk kehidupan berkelanjutan. Tidak elok jika bangunan yang ada sekarang dibongkar dan diratakan kembali guna mengembalikan ruang terbuka hijau, yang kemudian terjadi bukanlah kesejahteraan dan kedamaian tapi timbulnya masalah baru, sengketa dan tawuran warga dengan aparat penertiban. Tentunya bukan ini yang diharapkan.
Pembangunan gedung serbaguna dengan paradigma baru untuk pembangunan kota, kawasan public, dan pemukiman penduduk yang ramah lingkungan, melalui rekayasa bangunan gedung ramah lingkungan itulah yang menjadi impian. Roof garden merupakan suatu terobosan baru, suatu teknologi alternatif guna manjawab permasalahan semakin minimnya lahan di perkotaan, teknologi pembangunan gedung dengan atap yang multifungsi untuk penghijauan dan daerah resapan air.
Roof garden dapat diartikan sebagai taman yang berada di atas atap suatu bangunan atau gedung. Roof garden bukanlah teknologi baru, ide ini berkembang di Amerika sejak tahun 1950-an. Sedangkan di Hongkong dan Jepang, sejak tahun 2000 pemerintah mewajibkan pengelola gedung menghijaukan atap minimal 20% dari total luas atap bangunan atau berkisar antara 250-1000 m2 [3].

Roof garden di USA (http://www.igra-world.com/green_roofs_worldwide/index.php)
Di Indonesia, istilah ini juga sebenarnya bukan hal baru. Hanya saja perlu kesadaran penuh akan pentingnya menjaga lingkungan untuk menjalankannya. Potensi aplikasi teknologi ini di Indonesia sangat besar mengingat banyaknya bangunan gedung dan semakin sempitnya ruang terbuka hijau (RTH). Roof garden dapat dibuat oleh seluruh lapisan masyarakat baik perorangan dalam skala rumah maupun developer dalam skala yang lebih luas dan juga oleh pemerintah kota.
Kota tumbuh bersama dengan padatnya penduduk dan segala aktifitasnya. Kondisi ini mengidentikkan kota sebagai hunian padat, sumber polusi, bising, dan rendahnya daerah resapan air. Berbagai permasalahan ekologi muncul dan begitu komplek saat disejajarkan dengan kebutuhan akan ruang tinggal. Seakan mimpi untuk dapat menyeimbangkan ekologis dengan kebutuhan social dan ekonomi. Roof garden hadir memberi solusi nyata. Kehadiran berbagai tumbuhan hijau di atap bangunan mampu mengurangi polusi udara sekitar. Banyaknya gas nitrogen, karbon monoksida, karbon dioksida di udara bebas dapat diikat oleh tumbuhan sehingga meningkatkan kualitas udara. 1 m2 roof garden dapat menyaring 0.2 Kg debu aerosol dan partikel asap setiap tahunnya[2]. Sebagai tambahan nitrat dan bahan berbahaya lainnya di udara dan dari air hujan dapat diendapkan pada media tanam dari roof garden. Atap dengan berbagai jenis tanaman juga mampu mengurangi pantulan suara sampai dengan 3 db dan meredam suara sampai dengan 8 db [2], karena lapisan vegetasi dapat secara efektif meredam gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh transmisi.
Komposisi lahan atap dengan berbagai jenis tanaman mampu menciptakan iklim mikro yang dapat menurunkan suhu dan memberikan hawa sejuk pada ruang-ruang di dalam gedung. Roof garden mampu mendinginkan permukaan bangunan (dari 58oC menjadi 31oC), dan menurunkan suhu dalam bangunan 3-4oC lebih rendah dari suhu di luar bangunan sehingga menghemat pemakaian AC (hemat listrik 50-70%) atau total 15% per tahun [3].
Sebagai penyeimbang lingkungan, roof garden juga dapat dijadikan sebagai area resapan air (Rainfall harvesting). Sebagian besar air hujan akan mengalami siklus air melalui proses transpirasi dan evaporasi oleh tumbuhan. Dengan roof garden air hujan diubah menjadi uap air ke udara melalui proses transpirasi dan evaporasi dan kelebihannya tetap akan di simpan oleh media tanam untuk sementara waktu. Hal tersebut dapat mengurangi tekanan dari sistem pembuangan air melalui pipa pembuangan dalam tanah. Jika terdapat 100.000 rumah membangun atap taman masing-masing seluas 100 m2, maka kota akan mendapat tambahan RTH secara signifikan seluas 1000 hektar. Dan ini akan merakibat positif dengan bertambah pula produsen oksigen kota. Telah diketahui tumbuhan hijau merupakan penghasil oksigen terbesar di bumi. Sebagai paru-paru kota, roof garden seluas 155 m2 mampu menghasilkan oksigen yang cukup untuk satu orang per hari (24 jam)[3].
Roof garden juga dapat berfungsi sebagai habitat sekaligus penghubung bagi pergerakan organisme (wildlife) di perkotaan. Adanya vegetasi yang beranekaragam menciptakan ekosistem mikro di atap bangunan. Beberapa hewan kecil akan ikut meramaikan dan secara nyata dapat melestarikan jenisnya, serta sebagai bentuk konservasi. Misalnya lebah, kumbang, kupu-kupu. Selain menemukan kembali habitatnya, mereka juga membantu penyerbukan tanaman. Sehingga tanpa disadari hal ini bermanfaat untuk keseimbangan ekosistem dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Roof garden di Israel (http://www.igra-world.com/green_roofs_worldwide/index.php)
Sehingga bukan mimpi lagi untuk dapat menikmati hunian yang nyaman dan ramah lingkungan. Gerakan roof garden sangat cocok diaplikasikan di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, dan diikuti dengan kota-kota berkembang lainnya. Kondisi alam Indonesia yang stabil dengan hanya mengalami 2 musim sangat mendukung dilakukannya sistem bangunan roof garden.Tanaman di atap tidak akan khawatir kekurangan air atau kelebihan intensitas cahaya. Melalui teknik penanaman dengan memperhatikan kebutuhan energi dan media tanam yang baik semua dapat diatasi. Indonesia tidak memiliki musim salju yang dapat menutupi seluruh tanaman di atap hingga mati. Jadi, tunggu apa lagi untuk melakukannya? Hubungan kota dan desa yang horizontal akan berubah menjadi vertikal. Kehidupan kota yang berkelanjutan dengan paradigma kota kompak (compact city), kota sehat (healthy city), dan kota ekologis (green city) akan tercipta. Katakan mampu, dan lakukan!

Sumber: [1] Statistics Indonesia. http://www.datastatistik-indonesia.com/
 [2] International Green roof Association. http://www.igra-world.com/index.php
 [3] Pusat Studi Sumber Daya Lahan Universitas Gadjah Mada (PSSL UGM)

Jumat, 28 Oktober 2011

Sulap Sampah Jadi Berkah


SULAP SAMPAH JADI BERKAH

Limbah anorganik atau sering disebut sampah padat masih menjadi permasalahan pelik di masyarakat. Ya, sebagian besar orang menganggap sampah adalah masalah dengan tiada sedikitpun kesan baik baginya. Selain bau tak sedap, merugikan, pemandangan tak indah pun menjadi kesan yang melekat padanya. Setiap orang menghindar sejauh mungkin berusaha menghilangkannya dari pandangan.
Padahal keberadaan sampah sendiri erat kaitannya dengan aktivitas manusia. Sampah merupakan produk buangan hasil aktivitas manusia, sampah diciptakan oleh manusia itu sendiri. Maka seiring bertambahnya jumlah penduduk dunia, bertambah pula jumlah sampah di dunia. Bahkan jumlah sampah dapat melebihi total populasi manusia di bumi, karena tiap individu tentu tidak hanya menghasilkan satu helai sampah.
Semakin besarnya jumlah sampah tersebut membuat setiap kita, sebagai manusia penghasil nya, seyogyanya turut berfikir kreatif dalam mengelola sampah. Tidak etis kiranya jika kita hanya berpangku tangan menunggu aksi pemerintah atau LSM untuk secara nyata mengambil sampah-sampah di dekat kita berdiri, di dalam rumah kita, atau bahkan di bawah bantal tempat tidur. Sampah adalah masalah bersama yang harus diselesaikan bersama. Setiap kita memiliki cara kreatif untuk manajemen sampah, setidaknya sampah yang ditimbulkan oleh diri sendiri. Kita sudah sering mendengar kampanye lingkungan terkait dengan pengelolaan sampah, baik anorganik, seperti pembuatan kompos, biogas, dan briket bioenergi; maupun sampah anorganik dengan slogan yang sudah sangat dihapal 3R (reduce, reuse, recycle). Pertanyaannya, apakah itu semua sudah dilakukan dengan sadar dan nyata oleh kita?
Mari kita tengok sejenak masyarakat kita yang bertanggung jawab, keren, dan kreatif di beberapa dusun percontohan untuk pengelolaan sampah mandiri. Dusun Sukunan, Sleman, Yogyakarta salah satu dusun percontohan yang menerapkan swakelola sampah mandiri, produktif, terpadu, dan ramah lingkungan berbasis masyarakat. Semua sampah berasal dari warga dipilah berdasarkan jenisnya, kemudian diangkut dan di kemas untuk dikelola. Beberapa sampah yang tidak bisa di recycle kemudian dijual ke pengepul, sedangkan sampah lainnya direcycle sesuai jenisnya. Seperti styrofoam dihancurkan dan dibuat batako, beberapa sampah kemasan plastik disulap dengan jarum dan benang menjadi barang-barang siap pakai kembali (dompet, tas, gantungan kunci, taplak, tutup galon, tutup rice cooker, dll), sangat produktif dan bernilai ekonomis tinggi.
Pengelolaan sampah lainnya kita bisa belajar dari dusun     Samper Barat, Jakarta atau dusun Bandegan, Bantul DIY  yang menerapakan sistem bank sampah. Orientasi tetap menjaga lingkungan dengan mengelola sampah, efek samping dapat sebagai deposito. Sangat kreatif. Setiap sampah seolah naik derajatnya menjadi sesuatu yang diburu, karena dapat menambah nominal di buku tabungan, ckckck. Setiap warga akan dengan sukarela dan tanpa jijik membawa sampahnya menuju bank sampah untuk ditabungkan, sampah kemudian dikelola dengan dipilah sesuai jenisnya. Sampah yang masih bernilai ekonomis akan dijual kepada pengepul, hasil penjualan menjadi tabungan nasabah atau warga yang memberikan sampah tersebut.
Indonesia adalah negara kaya, masyarakatnya tak pernah miskin akan ide-ide kreatif termasuk dalam mengelola sampah. Tadi hanya 2 contoh kecil yang sangat mungkin ditiru dan diaplikasikan dengan modifikasi sesuai dusun masing-masing. Jika anda sebagai penulis yang termasuk bukan anggota salah satu dusun di atas atau dusun yang dengan mudah menerapkan tata kelola seperti di atas tentu masih berpikir tidak mungkin melakukannya sendiri. Ya, penulis sangat mengapresiasi pekerjaan pengepul yang dengan kerjasama baik mau membeli barang sampah dari masyarakat. Mungkin kita dapat melakukan mandiri dengan mendatangi pengepul dan menjual sendiri, sampah lebih bermanfaat dan dapat dignakan kembali.
Pemerintah pernah menyerukan sadar lingkungan dengan memilah-milah sampah sesuai jenisnya, sesuai Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 22 ayat 1 poin a yaitu pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah. Tak sebanding dengan itu, ternyata pengelolaan sampah hingga sekarang dari rumah-rumah penduduk ke TPS (tempat pembuangan sementara) diangkut dan dibuang apa adanya, tanpa dipilah sesuai jenisnya, demikian hingga menuju TPA (tempat pembuangan akhir). Lantas percuma saja jika dipilah di rumah tapi disatukan di TPS/TPA. Nah bagaimana jika pemerintah Indonesia yang terhormat mendukung gerakan pemilahan sampah dengan menyediakan mobil angkut sampah yang bersekat sesuai jenis sampah, dan TPS/TPA juga didesain demikian. Adapun beberapa manfaatnya:
1.     Program pemilahan sampah akan berjalan massal, sustainable dan komprehensif
2.     Warga akan dengan senang hati memilah dari rumah-rumah mereka, tidak ada yang sia-sia hingga pembuangan akhir
3.     Pemulung dengan mudah mengambil barang masih bisa pakai, sehingga ada sedikit tambahan jaminan kesehatan
4.     Pengepul mendapatkan barang bagus lebih banyak, karena sudah dipilah sejak awal
5.     Bersama-sama, setiap kita akan merasakan bau yang lebih sedap, pemandangan yang lebih indah, dan kesehatan lingkungan terjaga
6.     Jika Sukunan mampu menjadi dusun mandiri, kini lebih besar lagi, bangsa kita telah mandiri
7.     Mencipta lapangan pekerjaan baru
8.     Sampah menjadi berkah yang bernilai ekonomi hingga menyehatkan lingkungan
Bicara sampah artinya kita membicarakan aktivitas manusia. Coba saja kita diam dan tidak menyentuh apapun, kita pasti tidak akan menghasilkan sampah yang membuat sesak dunia. Keberadaan sampah memang tidak diinginkan, sehingga selain mengelola sampah sebagai akibat aktivitas manusia, kita juga harus mengelola manusianya itu sendiri sebagai penyebabnya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 19 Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis  sampah rumah tangga terdiri atas: a. pengurangan sampah; dan b. penanganan sampah. Adapun pengurangan sampah artinya menghambat atau mengurangi timbulnya sampah. Sejalan dengan itu, maka manusia dalam hal menimbulkan sampah harus dikontrol. Pengurangan jumlah sampah juga bisa dengan cara:
1.     Membeli barang dengan prioritas kebutuhan bukan keinginan
2.     Menghindari membeli barang-barang yang tidak bisa didaur ulang
3.     Membeli produk tahan lama
4.     Menggunakan prinsip memperbaiki lebih baik daripada membeli baru
5.     Membiasakan berbagi barang yang sudah tidak dibutuhkan kepada yang masih membutuhkan
Nah berawal dari diri sendiri, teman sejawat, masyarakat sekitar, hingga bangsa Indonesia sesungguhnya kita mampu menekan produksi, mengurangi volume, dan mengelola sampah berbasis masyarakat yang menghasilkan nilai ekonomi hingga kesehatan lingkungan. Mari berbenah menuju Indonesia sehat dan ramah lingkungan.


Ditulis oleh: Nor Istiqomah 
Referensi:
Baiquni, M. 2010. Gerakan Bank Sampah Dari Bantul. http://www.forplid.net/artikel/95-gerakan-bank-sampah-dari-bantul-.html. diakses tanggal 28 Oktober 2011.
Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Kanisius. Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Rabu, 01 Juni 2011


Selamatkan Indonesia dengan Rain-fall Harvesting

Air menjadi ciri adanya kehidupan, demikian digambarkan ilmuan saat memastikan bumi sebagai tempat hidup paling mungkin diantara planet lain. Kebutuhan hidup tidak berhenti pada pemenuhan air saja melainkan penambahan sifat bersih pada air sehingga meningkatkan survival rate umat manusia.
Tanggal 30 Juli 2010 di New York, PBB telah mendeklarasikan resolusi terhadap air bersih dan sanitasi sebagai hak asasi manusia, merespon tingginya angka kematian di dunia terkait air bersih dan sanitasi. Program Lingkungan Hidup PBB melaporkan bahwa 884 juta orang tidak memiliki akses air minum yang sehat dan aman, dan lebih dari 2,5 miliar orang yang kekurangan akses terhadap sanitasi dasar, akibatnya sekitar satu setengah juta anak di bawah umur 5 tahun meninggal setiap tahun di seluruh dunia (Anonim, 2010).
Dalam Resolusi tersebut dinyatakan: “Hak untuk mendapatkan air minum dan sanitasi yang bersih dan aman merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan merupakan elemen penting untuk menikmati hak atas hidup secara menyeluruh.” (Julitasari, 2010). Meskipun dalam resolusi tersebut tidak menjelaskan cakupan hak atas air bersih dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan untuk memenuhi hak tersebut, resolusi ini telah menunjukkan bahwa masalah air bersih sudah menjadi masalah serius terlepas dari aturan masing-masing negara untuk menyediakannya. Resolusi ini mendesak seluruh masyarakat internasional untuk meningkatkan usaha menyediakan air dan sanitasi yang aman, bersih, dan mudah untuk dijangkau bagi seluruh manusia, termasuk di negara kita, Indonesia.
Indonesia memiliki luas wilayah perairan yang tetap, bahkan cenderung menurun setiap tahunnya, berkompetisi dengan jumlah warga negara yang kian membesar, sebanding dengan meningginya kebutuhan ruang gerak dan rumah layak huni. Hal ini menjadi penyebab utama kekurangan air di kota-kota besar di Indonesia. Hilangnya ruang hijau kosong, pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman, sama dengan hilangnya daerah resapan dan sumber air tanah. Selayaknya menjadi perhatian pemerintah dalam merencanakan tata kota kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan primer (baca: air bersih) setidaknya untuk warga kota tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk akan mengarah pada penurunan jumlah lahan kosong dan berdampak pada meningkatnya kebutuhan air bersih, diperparah dengan berkurangnya sumber air bersih.

Air Bersih
Air bersih menjadi kebutuhan pokok manusia karena kemanfaatannya dalam mendukung kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari air bersih dibutuhkan untuk mandi, cuci, masak, minum, bahkan sekedar untuk cuci tangan sebelum makan. Itu semua harus menggunakan air bersih untuk menjaga pola hidup sehat. Air bersih bisa didapatkan dari beberapa sumber, di antaranya: air PDAM, air tanah, mata air, serta air hujan.
Air PDAM memiliki peran paling besar dalam upaya pemenuhan air bersih, terutama pada masyarakat perkotaan. Kondisi air tanah Indonesia semakin tahun dipenuhi dengan ancaman polusi tanah yang bersumber dari berbagai macam polutan, seperti sampah, mikroorganisme tanah, pestisida, dll; sehingga tidak lagi 100% aman digunakan, terutama untuk minum. Sumber mata air di Indonesia tersebar di banyak wilayah, dan umumnya menjangkau pedesaan yang masih asli mempertahankan kestabilan ekosistemnya. Menjadi masalah ketika pelaku-pelaku industri mulai memasuki wilayah tersebut dan menyulap ruang terbuka hijau menjadi pabrik, supermarket, mall, dll. Pada akhirnya kebutuhan akan air bersih yang meningkat tidak dapat terpenuhi.
Satu lagi sumber air bersih yang belum banyak dikembangkan di Indonesia yaitu air hujan. Air hujan sangat berpotensi menjadi sumber air bersih, terutama untuk keperluan mendasar seperti minum, cuci, masak. Indonesia dengan musim penghujan yang selalu datang setiap tahun, dan cenderung memiliki curah hujan tinggi, bahkan beberapa media menyatakan tahun 2011 musim hujan indonesia berubah mengarah pada lebih panjang dari pada musim kemarau. Hal ini memberi peluang dikembangkannya pemanenan air hujan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih. Pemanenan air hujan atau sering disebut Rain-fall harvesting di Indonesia sangat dapat mengatasi krisis air bersih di kawasan-kawasan yang sulit mendapatkan air bersih baik dari air permukaan maupun air tanah. Usaha pemanenan air hujan patut diperhatikan dan sangat berpotensi untuk dikembangkan, mengingat kondisi sumber air lainnya seperti air tanah dan air permukaan dilaporkan tercemar oleh bakteri coli. Selain itu pemanenan air hujan diharapkan dapat mengurangi laju air limpasan yang terjadi di permukaan lahan, erosi, dan bahkan pengendalian banjir pada musim penghujan.

Upaya Rain-fall harvesting
Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara dan melarutkan benda-benda di udara seperti gas (O2, CO2, N2), jasad renik, debu, kotoran burung, dll. Untuk itu sebelum digunakan air hujan harus diproses terlebih dahulu, dengan melalui 3 tahap: penampungan- penyaringan- dan pengendapan, serta sebelum digunakan untuk minum harus dilakukan pemasakan terlebih dahulu.
Pemanenan air hujan sangat menjanjikan pemenuhan kebutuhan air bersih dengan kontribusi yang tidak sedikit. Pada perhitungan kasar dengan asumsi setiap kepala keluarga terdiri dari 4 jiwa, maka kebutuhan air selama musim hujan = 1 rumah x 4 orang/rumah x 60 l/hari/orang x (6 bln x 30 hr/bln) = (43.200 liter selama musim hujan). Jumlah yang tidak sedikit untuk mandi, cuci, masak.
Pemanenan air hujan menggunakan penampung yang dibangun dan dirancang untuk mencukupi kebutuhan air pada musim kemarau yang paling kritis berkisar 6-8 bulan. Penampung air hujan umumnya menggunakan atap rumah sebagai bidang tangkapan dan menyalurkannya melalui talang ke bak atau tangki penampung yang terletak di atas tanah. Sebelum air digunakan dilakukan penyaringan pada bak penyaring, dapat menggunakan saringan pasir atau saringan bambu. Air yang melewati media penyaring dapat ditampung dan dikeluarkan saat diperlukan.
Pembuatan instalasi untuk pemanenan air hujan tergolong sederhana. Hanya dibutuhkan bahan material yang mudah ditemukan di toko bahan bangunan dan murah harganya. Terdapat tiga bagian utama dalam instalasi pengolah air hujan, yakni atap bangunan (collector), pipa penyalur air (conveyor) dan tangki penampung (storage). Bak penampung sebaiknya jangan terbuat dari logam karena air hujan memiliki kadar CO2 yang dapat menggerus logam.

Gambar1. Ilustrasi teknik pemanenan air hujan (http://athayateladan.blogspot.com/2011/03/panen-air-hujan-di-bekasi.html)
Demikian upaya pemanenan air hujan sangat berpotensi menanggulangi krisis air bersih terutama di negara-negara 2 musim. Dalam istilah dunia internasional pemanenan air hujan ini telah dikembangkan menjadi bagian penting dalam agenda environmental water resources management dalam rangka penanggulangan ketimpangan air di musim hujan dan kemarau, kekurangan pasokan air bersih penduduk dunia serta penanggulangan banjir dan kekeringan.
Indonesia bukan belum mengenal pemanenan air hujan, seperti contoh metode kolam atau bak tandon air rumah tangga, yaitu kolam harian komunal di Gunung Kidul DIY (kolam PAH = kolam Pengumpul Air Hujan) yang diletakkan di tengah-tengah masyarakat sehingga setiap orang dapat menggunakannya. Hanya saja Indonesia sangat perlu memperluas pengembangan metode ini di kota-kota lainnya, sebagai wujud keseriusan menyepakati resolusi PBB 30 juli tahun lalu. Selain menyelamatkan masyarakat dari krisis air bersih, kita juga turut menyelamatkan lingkungan dari bahaya banjir dan menekan laju erosi. Karena setiap kita bertanggungjawab atas keseimbangan lingkungan bumi ini.

Dituliskan oleh: Nor Istiqomah
Referensi:
Anonim. 2010. Pikiran Rakyat online. http://www.pikiran-rakyat.com/node/118882. diakses tanggal 31 Mei 2011.
Julitasari, R. 2010.PBB Sahkan Resolusi Hak Atas Air Bersih. http://www.vhrmedia.com/PBB-Sahkan-Resolusi-Hak-Atas-Air-Bersih-berita5109.html. Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Widyawati. 2008. Air Hujan Sebagai Air Bersih. CV. Sinar Cemerlang Abadi. Jakarta.

Selasa, 22 Maret 2011

Guru, Pahlawan tanpa tanda jasa


Refleksi: Guru, pahlawan tanpa tanda jasa??

Widyaiswara Dalam Damba
Karya: Nor Istiqomah

Berjejal di bis tak kau keluhkan
Berdesak di angkutan pun kau relakan
Mendung, gerimis, hingga hujan pun kau tebas
Panas, terik, hingga sengangar pun kau tegar

Pak Guru
Teladanmu bukan basa basi, Senyummu bukan imitasi
Semangatmu sungguh penuh kreasi, Pun cara mengajarmu selalu berinovasi

Hanya 6 kelas, jiwamu seolah 6 belas
Begitu lapang dan tenang
Hanya 10 murid dalam kelas berlubang
Hatimu seolah rapat dan menentramkan
Kelas berdinding tak beratap, tak jua membuat semangatmu kolap
Susah, gundah, galau, duka, marah, sedih, sakit hati, tak segan kami bagi
Namun sedikitpun kau lara tak pernah kentara

Bu Guru
Kau merubah semuanya, perlahan tapi pasti
Mengajarkan dengan sabar, tanpa pernah berkata kasar
Tak hanya teori, tapi juga realisasi
Kami mulai mengenal aksara, Kami mulai menilik angka
Merangkai kata, memahami makna, mencipta karya

Sungguh mulia
Kau ajarkan kami membaca dan menulis
Kau kenalkan kami akan bangsa, negara, dan dunia
Kau didik kami pentingnya nasionalis dan patriotis
Kau pandu kami untuk tidak egois dan apatis
Kau bekali kami etika dan perangai yang baik
Dan kau selalu menasihatkan kejujuran, memaafkan, dan berterima kasih

Sungguh engkau guru kami yang terbaik
Setidaknya dalam imajinasi bangsa
Yang merindukan kembalinya widyaiswara
Pahlawan negara tanpa tanda jasa

#dipublikasikan dalam lomba puisi memperingati hari guru