Rabu, 01 Juni 2011


Selamatkan Indonesia dengan Rain-fall Harvesting

Air menjadi ciri adanya kehidupan, demikian digambarkan ilmuan saat memastikan bumi sebagai tempat hidup paling mungkin diantara planet lain. Kebutuhan hidup tidak berhenti pada pemenuhan air saja melainkan penambahan sifat bersih pada air sehingga meningkatkan survival rate umat manusia.
Tanggal 30 Juli 2010 di New York, PBB telah mendeklarasikan resolusi terhadap air bersih dan sanitasi sebagai hak asasi manusia, merespon tingginya angka kematian di dunia terkait air bersih dan sanitasi. Program Lingkungan Hidup PBB melaporkan bahwa 884 juta orang tidak memiliki akses air minum yang sehat dan aman, dan lebih dari 2,5 miliar orang yang kekurangan akses terhadap sanitasi dasar, akibatnya sekitar satu setengah juta anak di bawah umur 5 tahun meninggal setiap tahun di seluruh dunia (Anonim, 2010).
Dalam Resolusi tersebut dinyatakan: “Hak untuk mendapatkan air minum dan sanitasi yang bersih dan aman merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan merupakan elemen penting untuk menikmati hak atas hidup secara menyeluruh.” (Julitasari, 2010). Meskipun dalam resolusi tersebut tidak menjelaskan cakupan hak atas air bersih dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan untuk memenuhi hak tersebut, resolusi ini telah menunjukkan bahwa masalah air bersih sudah menjadi masalah serius terlepas dari aturan masing-masing negara untuk menyediakannya. Resolusi ini mendesak seluruh masyarakat internasional untuk meningkatkan usaha menyediakan air dan sanitasi yang aman, bersih, dan mudah untuk dijangkau bagi seluruh manusia, termasuk di negara kita, Indonesia.
Indonesia memiliki luas wilayah perairan yang tetap, bahkan cenderung menurun setiap tahunnya, berkompetisi dengan jumlah warga negara yang kian membesar, sebanding dengan meningginya kebutuhan ruang gerak dan rumah layak huni. Hal ini menjadi penyebab utama kekurangan air di kota-kota besar di Indonesia. Hilangnya ruang hijau kosong, pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman, sama dengan hilangnya daerah resapan dan sumber air tanah. Selayaknya menjadi perhatian pemerintah dalam merencanakan tata kota kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan primer (baca: air bersih) setidaknya untuk warga kota tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk akan mengarah pada penurunan jumlah lahan kosong dan berdampak pada meningkatnya kebutuhan air bersih, diperparah dengan berkurangnya sumber air bersih.

Air Bersih
Air bersih menjadi kebutuhan pokok manusia karena kemanfaatannya dalam mendukung kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari air bersih dibutuhkan untuk mandi, cuci, masak, minum, bahkan sekedar untuk cuci tangan sebelum makan. Itu semua harus menggunakan air bersih untuk menjaga pola hidup sehat. Air bersih bisa didapatkan dari beberapa sumber, di antaranya: air PDAM, air tanah, mata air, serta air hujan.
Air PDAM memiliki peran paling besar dalam upaya pemenuhan air bersih, terutama pada masyarakat perkotaan. Kondisi air tanah Indonesia semakin tahun dipenuhi dengan ancaman polusi tanah yang bersumber dari berbagai macam polutan, seperti sampah, mikroorganisme tanah, pestisida, dll; sehingga tidak lagi 100% aman digunakan, terutama untuk minum. Sumber mata air di Indonesia tersebar di banyak wilayah, dan umumnya menjangkau pedesaan yang masih asli mempertahankan kestabilan ekosistemnya. Menjadi masalah ketika pelaku-pelaku industri mulai memasuki wilayah tersebut dan menyulap ruang terbuka hijau menjadi pabrik, supermarket, mall, dll. Pada akhirnya kebutuhan akan air bersih yang meningkat tidak dapat terpenuhi.
Satu lagi sumber air bersih yang belum banyak dikembangkan di Indonesia yaitu air hujan. Air hujan sangat berpotensi menjadi sumber air bersih, terutama untuk keperluan mendasar seperti minum, cuci, masak. Indonesia dengan musim penghujan yang selalu datang setiap tahun, dan cenderung memiliki curah hujan tinggi, bahkan beberapa media menyatakan tahun 2011 musim hujan indonesia berubah mengarah pada lebih panjang dari pada musim kemarau. Hal ini memberi peluang dikembangkannya pemanenan air hujan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih. Pemanenan air hujan atau sering disebut Rain-fall harvesting di Indonesia sangat dapat mengatasi krisis air bersih di kawasan-kawasan yang sulit mendapatkan air bersih baik dari air permukaan maupun air tanah. Usaha pemanenan air hujan patut diperhatikan dan sangat berpotensi untuk dikembangkan, mengingat kondisi sumber air lainnya seperti air tanah dan air permukaan dilaporkan tercemar oleh bakteri coli. Selain itu pemanenan air hujan diharapkan dapat mengurangi laju air limpasan yang terjadi di permukaan lahan, erosi, dan bahkan pengendalian banjir pada musim penghujan.

Upaya Rain-fall harvesting
Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara dan melarutkan benda-benda di udara seperti gas (O2, CO2, N2), jasad renik, debu, kotoran burung, dll. Untuk itu sebelum digunakan air hujan harus diproses terlebih dahulu, dengan melalui 3 tahap: penampungan- penyaringan- dan pengendapan, serta sebelum digunakan untuk minum harus dilakukan pemasakan terlebih dahulu.
Pemanenan air hujan sangat menjanjikan pemenuhan kebutuhan air bersih dengan kontribusi yang tidak sedikit. Pada perhitungan kasar dengan asumsi setiap kepala keluarga terdiri dari 4 jiwa, maka kebutuhan air selama musim hujan = 1 rumah x 4 orang/rumah x 60 l/hari/orang x (6 bln x 30 hr/bln) = (43.200 liter selama musim hujan). Jumlah yang tidak sedikit untuk mandi, cuci, masak.
Pemanenan air hujan menggunakan penampung yang dibangun dan dirancang untuk mencukupi kebutuhan air pada musim kemarau yang paling kritis berkisar 6-8 bulan. Penampung air hujan umumnya menggunakan atap rumah sebagai bidang tangkapan dan menyalurkannya melalui talang ke bak atau tangki penampung yang terletak di atas tanah. Sebelum air digunakan dilakukan penyaringan pada bak penyaring, dapat menggunakan saringan pasir atau saringan bambu. Air yang melewati media penyaring dapat ditampung dan dikeluarkan saat diperlukan.
Pembuatan instalasi untuk pemanenan air hujan tergolong sederhana. Hanya dibutuhkan bahan material yang mudah ditemukan di toko bahan bangunan dan murah harganya. Terdapat tiga bagian utama dalam instalasi pengolah air hujan, yakni atap bangunan (collector), pipa penyalur air (conveyor) dan tangki penampung (storage). Bak penampung sebaiknya jangan terbuat dari logam karena air hujan memiliki kadar CO2 yang dapat menggerus logam.

Gambar1. Ilustrasi teknik pemanenan air hujan (http://athayateladan.blogspot.com/2011/03/panen-air-hujan-di-bekasi.html)
Demikian upaya pemanenan air hujan sangat berpotensi menanggulangi krisis air bersih terutama di negara-negara 2 musim. Dalam istilah dunia internasional pemanenan air hujan ini telah dikembangkan menjadi bagian penting dalam agenda environmental water resources management dalam rangka penanggulangan ketimpangan air di musim hujan dan kemarau, kekurangan pasokan air bersih penduduk dunia serta penanggulangan banjir dan kekeringan.
Indonesia bukan belum mengenal pemanenan air hujan, seperti contoh metode kolam atau bak tandon air rumah tangga, yaitu kolam harian komunal di Gunung Kidul DIY (kolam PAH = kolam Pengumpul Air Hujan) yang diletakkan di tengah-tengah masyarakat sehingga setiap orang dapat menggunakannya. Hanya saja Indonesia sangat perlu memperluas pengembangan metode ini di kota-kota lainnya, sebagai wujud keseriusan menyepakati resolusi PBB 30 juli tahun lalu. Selain menyelamatkan masyarakat dari krisis air bersih, kita juga turut menyelamatkan lingkungan dari bahaya banjir dan menekan laju erosi. Karena setiap kita bertanggungjawab atas keseimbangan lingkungan bumi ini.

Dituliskan oleh: Nor Istiqomah
Referensi:
Anonim. 2010. Pikiran Rakyat online. http://www.pikiran-rakyat.com/node/118882. diakses tanggal 31 Mei 2011.
Julitasari, R. 2010.PBB Sahkan Resolusi Hak Atas Air Bersih. http://www.vhrmedia.com/PBB-Sahkan-Resolusi-Hak-Atas-Air-Bersih-berita5109.html. Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Widyawati. 2008. Air Hujan Sebagai Air Bersih. CV. Sinar Cemerlang Abadi. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan pesan.. bebas, sopan, dan tidak berbau SARA ya.. nuhun