Selamatkan
Indonesia dengan Rain-fall Harvesting
Air
menjadi ciri adanya kehidupan, demikian digambarkan ilmuan saat memastikan bumi
sebagai tempat hidup paling mungkin diantara planet lain. Kebutuhan hidup tidak
berhenti pada pemenuhan air saja melainkan penambahan sifat bersih pada air
sehingga meningkatkan survival rate umat manusia.
Tanggal
30 Juli 2010 di New York, PBB telah mendeklarasikan resolusi terhadap air
bersih dan sanitasi sebagai hak asasi manusia, merespon tingginya angka
kematian di dunia terkait air bersih dan sanitasi. Program Lingkungan Hidup PBB
melaporkan bahwa 884 juta orang tidak memiliki akses air minum yang sehat dan
aman, dan lebih dari 2,5 miliar orang yang kekurangan akses terhadap sanitasi
dasar, akibatnya sekitar satu setengah juta anak di bawah umur 5 tahun
meninggal setiap tahun di seluruh dunia (Anonim, 2010).
Dalam
Resolusi tersebut dinyatakan: “Hak untuk mendapatkan air minum dan sanitasi
yang bersih dan aman merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan merupakan elemen
penting untuk menikmati hak atas hidup secara menyeluruh.” (Julitasari, 2010). Meskipun dalam resolusi tersebut tidak menjelaskan
cakupan hak atas air bersih dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan untuk
memenuhi hak tersebut, resolusi ini telah menunjukkan bahwa masalah air bersih
sudah menjadi masalah serius terlepas dari aturan masing-masing negara untuk
menyediakannya. Resolusi ini mendesak seluruh masyarakat internasional untuk
meningkatkan usaha menyediakan air dan sanitasi yang aman, bersih, dan mudah
untuk dijangkau bagi seluruh manusia, termasuk di negara kita, Indonesia.
Indonesia
memiliki luas wilayah perairan yang tetap, bahkan cenderung menurun setiap
tahunnya, berkompetisi dengan jumlah warga negara yang kian membesar, sebanding
dengan meningginya kebutuhan ruang gerak dan rumah layak huni. Hal ini menjadi
penyebab utama kekurangan air di kota-kota besar di Indonesia. Hilangnya ruang
hijau kosong, pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman, sama dengan hilangnya
daerah resapan dan sumber air tanah. Selayaknya menjadi perhatian pemerintah
dalam merencanakan tata kota kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan primer (baca:
air bersih) setidaknya untuk warga kota tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk
akan mengarah pada penurunan jumlah lahan kosong dan berdampak pada
meningkatnya kebutuhan air bersih, diperparah dengan berkurangnya sumber air
bersih.
Air Bersih
Air
bersih menjadi kebutuhan pokok manusia karena kemanfaatannya dalam mendukung
kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari air bersih dibutuhkan untuk mandi, cuci,
masak, minum, bahkan sekedar untuk cuci tangan sebelum makan. Itu semua harus
menggunakan air bersih untuk menjaga pola hidup sehat. Air bersih bisa
didapatkan dari beberapa sumber, di antaranya: air PDAM, air tanah, mata air,
serta air hujan.
Air
PDAM memiliki peran paling besar dalam upaya pemenuhan air bersih, terutama
pada masyarakat perkotaan. Kondisi air tanah Indonesia semakin tahun dipenuhi
dengan ancaman polusi tanah yang bersumber dari berbagai macam polutan, seperti
sampah, mikroorganisme tanah, pestisida, dll; sehingga tidak lagi 100% aman
digunakan, terutama untuk minum. Sumber mata air di Indonesia tersebar di
banyak wilayah, dan umumnya menjangkau pedesaan yang masih asli mempertahankan
kestabilan ekosistemnya. Menjadi masalah ketika pelaku-pelaku industri mulai
memasuki wilayah tersebut dan menyulap ruang terbuka hijau menjadi pabrik, supermarket,
mall, dll. Pada akhirnya kebutuhan akan air bersih yang meningkat tidak dapat
terpenuhi.
Satu
lagi sumber air bersih yang belum banyak dikembangkan di Indonesia yaitu air
hujan. Air hujan sangat berpotensi menjadi sumber air bersih, terutama untuk
keperluan mendasar seperti minum, cuci, masak. Indonesia dengan musim penghujan
yang selalu datang setiap tahun, dan cenderung memiliki curah hujan tinggi,
bahkan beberapa media menyatakan tahun 2011 musim hujan indonesia berubah
mengarah pada lebih panjang dari pada musim kemarau. Hal ini memberi peluang
dikembangkannya pemanenan air hujan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih.
Pemanenan air hujan atau sering disebut Rain-fall harvesting di
Indonesia sangat dapat mengatasi krisis air bersih di kawasan-kawasan yang
sulit mendapatkan air bersih baik dari air permukaan maupun air tanah. Usaha
pemanenan air hujan patut diperhatikan dan sangat berpotensi untuk
dikembangkan, mengingat kondisi sumber air lainnya seperti air tanah dan air
permukaan dilaporkan tercemar oleh bakteri coli. Selain itu pemanenan air hujan
diharapkan dapat mengurangi laju air limpasan yang terjadi di permukaan lahan,
erosi, dan bahkan pengendalian banjir pada musim penghujan.
Upaya Rain-fall
harvesting
Air
hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara dan
melarutkan benda-benda di udara seperti gas (O2, CO2, N2), jasad renik, debu,
kotoran burung, dll. Untuk itu sebelum digunakan air hujan harus diproses
terlebih dahulu, dengan melalui 3 tahap: penampungan- penyaringan- dan pengendapan,
serta sebelum digunakan untuk minum harus dilakukan pemasakan terlebih dahulu.
Pemanenan
air hujan sangat menjanjikan pemenuhan kebutuhan air bersih dengan kontribusi
yang tidak sedikit. Pada perhitungan kasar dengan asumsi setiap kepala keluarga
terdiri dari 4 jiwa, maka kebutuhan air selama musim hujan = 1 rumah x 4
orang/rumah x 60 l/hari/orang x (6 bln x 30 hr/bln) = (43.200 liter selama
musim hujan). Jumlah yang tidak sedikit untuk mandi, cuci, masak.
Pemanenan
air hujan menggunakan penampung yang dibangun dan dirancang untuk mencukupi
kebutuhan air pada musim kemarau yang paling kritis berkisar 6-8 bulan.
Penampung air hujan umumnya menggunakan atap rumah sebagai bidang tangkapan dan
menyalurkannya melalui talang ke bak atau tangki penampung yang terletak di
atas tanah. Sebelum air digunakan dilakukan penyaringan pada bak penyaring,
dapat menggunakan saringan pasir atau saringan bambu. Air yang melewati media
penyaring dapat ditampung dan dikeluarkan saat diperlukan.
Pembuatan
instalasi untuk pemanenan air hujan tergolong sederhana. Hanya dibutuhkan bahan
material yang mudah ditemukan di toko bahan bangunan dan murah harganya.
Terdapat tiga bagian utama dalam instalasi pengolah air hujan, yakni atap bangunan
(collector), pipa penyalur air (conveyor) dan tangki penampung (storage). Bak
penampung sebaiknya jangan terbuat dari logam karena air hujan memiliki kadar
CO2 yang dapat menggerus logam.
Gambar1. Ilustrasi teknik pemanenan air hujan (http://athayateladan.blogspot.com/2011/03/panen-air-hujan-di-bekasi.html)
Demikian
upaya pemanenan air hujan sangat berpotensi menanggulangi krisis air bersih
terutama di negara-negara 2 musim. Dalam istilah dunia internasional pemanenan
air hujan ini telah dikembangkan menjadi bagian penting dalam agenda environmental
water resources management dalam rangka penanggulangan ketimpangan air di
musim hujan dan kemarau, kekurangan pasokan air bersih penduduk dunia serta
penanggulangan banjir dan kekeringan.
Indonesia
bukan belum mengenal pemanenan air hujan, seperti contoh metode kolam atau bak
tandon air rumah tangga, yaitu kolam harian komunal di Gunung Kidul DIY (kolam
PAH = kolam Pengumpul Air Hujan) yang diletakkan di tengah-tengah masyarakat
sehingga setiap orang dapat menggunakannya. Hanya saja Indonesia sangat perlu
memperluas pengembangan metode ini di kota-kota lainnya, sebagai wujud
keseriusan menyepakati resolusi PBB 30 juli tahun lalu. Selain menyelamatkan
masyarakat dari krisis air bersih, kita juga turut menyelamatkan lingkungan
dari bahaya banjir dan menekan laju erosi. Karena setiap kita bertanggungjawab
atas keseimbangan lingkungan bumi ini.
Referensi:
Anonim. 2010. Pikiran Rakyat
online. http://www.pikiran-rakyat.com/node/118882. diakses tanggal 31 Mei 2011.
Julitasari, R. 2010.PBB Sahkan
Resolusi Hak Atas Air Bersih. http://www.vhrmedia.com/PBB-Sahkan-Resolusi-Hak-Atas-Air-Bersih-berita5109.html. Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Widyawati. 2008. Air Hujan Sebagai Air Bersih. CV.
Sinar Cemerlang Abadi. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan pesan.. bebas, sopan, dan tidak berbau SARA ya.. nuhun