EDUKASI HIDUP SEHAT ALA SLOW FOOD*
Perlahan
tapi pasti tradisi makanan tradisional di dunia mulai musnah tergerus
globalisasi makanan modern serba fast food. Perlu disadari, bahwa pola
makanan adalah bagian dari gaya hidup keseharian. Lalu, pola makan seperti
apakah yang sebaiknya dipilih dalam kehidupan sehari-hari kita?
Fast
food ciptakan budaya makan buruk dan merugikan
Masyarakat
Indonesia tanpa sadar sebagian besar telah menjadi penikmat pola makan
amburadul serta fast food. Berbagai resto, supermarket dan waralaba penyedia
fast food telah menjamur diberbagai sudut kota. Murah, lezat dengan beragam
menu pilihan serta mudah dijangkau membuat fast food semakin digandrungi banyak
orang. Mengira fast food sebagai makanan modern membuat banyak anak-anak
Indonesia merasa modern dan gaul ketika memasuki resto cepat saji ala amerika.
Ada rasa bangga jika sudah mencicipi makanan cepat saji dari nama-nama restoran
tingkat internasional.
Fast
food yakni sejenis makanan dari bahan baku daging dan sayuran yang dibekukan
dan disajikan dengan cepat dan instan-dianggap mampu memnuhi tuntutan aktivitas
manusia modern yang membutuhkan hal serba cepat dan maunya serba instan. Semua
dilakukan untuk mengejar waktu. Dengan anggapan time is money, manusia modern
memberikan nilai plus untuk fast food sebagai santapan sehari-hari. Fast food
sangat praktis, sehingga kebutuhan makan dengan fast food hanyalah untuk
mengusir rasa lapar yang hemat waktu.
Maraknya
gerak fast food diseluruh negara memaksa dunia menerapkan sistem pertanian
monokultur. Sesuai tuntutan industri fast food untuk memasok bahan baku yang
seragam, cepat dan instant. Misalnya, bahan baku fried chicken dari ayam boiler
yang disuntik hormon dan formula khusus agar cepat besar dan berdaging. Atau
bahan baku potato stick dari kentang yang bibitnya hasil rekaya genetika dangan
penggunaan pupuk dan peptisida yang tidak ramah lingkungan dan mengancam
ekosistem alam, lambat laun industri fast food pun memaksa penduduk dunia untuk
menyantap makanan seragam dan menyingkirkan makanan-makanan lokal seperti gethuk
dan ayam kampung.
Banyak
penelitian yang dilakukan terhadap fast food. Ternyata bahan makanan fast food
sangat tidak bersahabat dengan tubuh. Pada umumnya makanan fast food mengandung
banyak lemak jenuh, lemak trans, tinggi kalori, berlimpah gula, bahkan royal
dengan tambahan food addtives untuk menjadikan warna, tekstur dan cita rasa
yang menggugah selera. Karena nyaris tidak menyumbangkan nutrisi, fast food
dikelompokkan sebagai junk food (makanan sampah). Metabolisme tubuhpun
terbebani karena dipaksa bekerja berat mencerna zat-zat sampah tak berguna
tersebut. Tak heran bila volume penduduk pengidap diabetes, hipertensi,
penyakit jantung, stroke, osteoporosis dan obesitas semakin meningkat. Apalagi
jika fast food disantap terburu-buru. Ritual makan dengan tenang di tengah
sanak keluarga sembari mengobrol santai dan mengunyah lamban semakin jarang
terjadi.
Semakin
Hidup Sehat, Alami dan Relaks Bersama Slow Food
Taraf
kesehatan penduduk dunia rata-rata menurun setelah kecanduan pola makan fast
food. Hal tersebut meresahkan hati banyak orang. Juga Carlo petrini, seorang
pemerhati hidup sehat asal Italia. Pada tahun 1989 ia mendirikan organisasi slow food, sebagai bentuk nyata
perlawanan terhadap globalisasi fast food. Di Indonesia sendiri organisasi slow
food didirikan pada september 2006 dan dipimpin oleh Gregory Ernoult. Pilihan
slow food dua dekade terakhir ini agaknya mulai menuai buah. Dengan anggota
mencapai 90.000 orang yang tersebar diseluruh dunia, slow yakni sejenis makanan
yang berlawanan dengan cepat saji mulai diprioritaskan sebagai gaya hidup
global.
Semangat
dari gerakan ini adalah untuk menyelamatkan warisan budaya makan yang autentik
diseluruh dunia. Tradisi makan dan makanan tradisional harus terus
dilestarikan. Jangan sampai flora dan fauna lokal dikalahkan oleh fast food.
Jika tidak bisa jadi ayam kampung, gethuk dan beras rojo lele hanya akan
menjadi cerita dikalangan generasi penerus. Selain itu, slow food juga
berdampak panjang terhadap keselamatan lingkungan. Dengan memproduksi tanaman
dan ternak secara ilmiah akan menghindarkan pertanian dari eksploitasi karena
tuntutan industri fast food. Keutuhan benih tanaman pangan alami terjaga.
Keragaman ternak atau unggas lokal terpelihara. Sistem pertanian yang
bersahabat terhadap alam serta kehidupan manusia dan hewan juga terselamatkan.
Dengan sendirinya kesimbangan alampun akan terjaga.
Secara
prinsip, slow food mengajak kita kembali pada ritme makan alami. Sesuai lambang
siput yang digunakan oleh organisasi ini, slow food bukan hanya menekankan
kepada kita untuk menikmati makanan secara lamban dan tenang, tetapi juga
mengharap kita untuk kembali ke dapur dan memasak dengan tenang. Belanja dan
menyimpan lagi sayuran, daging dan bumbu-bumbu alami. Memang terlihat kontras
dengan zaman yang serba cepat ini. Namun melakukan kegiatan memasak dengan
tenang dan tidak terburu-buru ternyata termasuk aktivitas relaksasi (meditation
on moving) yang bisa membantu melepaskan kepenatan pikiran dan jiwa. Kembali
memasak dari bahan-bahan segar alami dan dengn cara alami seperti ibu dan nenek
kita dulu melakukannya.
Dalam
peringatan Hari Pangan pada 16 Oktober 2010 Badan Organisasi Pangan Dunia (FAO)
menyerukan agar penduduk dunia kembali ke pola makan natural menjadi gaya hidup
personal. Nah, bila kita ingin menjadi bagian keluarga dunia yang sehat, slow
food selayaknya menjadi gaya hidup keseharian kita. Tak masalah apakah sebagai
penganut vegetarian atau food combining, yang terpenting dimasak dari
bahan-bahan alami, dimasak secara alami dan dinikmati dengan ritme alami pula.
Mari kita mulai demi kesehatan!
Berikut
langkah-langkah nyata untuk mendapatkan hidup sehat ala slow food:
1. Utamakan bahan makanan
segar
Dapatkan makanan segar langsung dari petani atau
berbelanja di pasar tradisional yang merupakan jalur distribusi terpendek
makanan segar.
2. Lupakan bumbu instan dan
MSG
Untuk menyedapkan masakan, gantilah bumbu instan dan
MSG dengan bahan-bahan seperti bawang merah, bawang putih, bawang bombai, daun
bawang, seledri, jahe, merica, lengkuas dan minyak wijen.
3. Bumbu Instan segar dan
alami
Untuk menyiasati waktu, kita tidak perlu menggunakan
bumbu instan kemasan. Bumbu-bumbu instan alami bisa disiapkan sendiri sebagai
stok bumbu segar. Bekukan bumbu dalam ice tray, sehingga kita tinggl
menggunakannya sesuai keperluan, tanpa repot harus mengupas dan mengulek dulu.
DAFTAR
PUSTAKA
Ela, Fsy. 2010. 17 oktober. Gaya
hidup slow food. Kedaulatan rakyat. Halaman: 11*Disadur dari Karya Tulis Ilmiah salah satu siswa terbaik Nurfadhillah Sarah Roshidah, Selamat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan tinggalkan pesan.. bebas, sopan, dan tidak berbau SARA ya.. nuhun