Selasa, 16 Desember 2014

Hidup sehat yuk



EDUKASI HIDUP SEHAT ALA SLOW FOOD*


Perlahan tapi pasti tradisi makanan tradisional di dunia mulai musnah tergerus globalisasi makanan modern serba fast food. Perlu disadari, bahwa pola makanan adalah bagian dari gaya hidup keseharian. Lalu, pola makan seperti apakah yang sebaiknya dipilih dalam kehidupan sehari-hari kita?

Fast food ciptakan budaya makan buruk dan merugikan
Masyarakat Indonesia tanpa sadar sebagian besar telah menjadi penikmat pola makan amburadul serta fast food. Berbagai resto, supermarket dan waralaba penyedia fast food telah menjamur diberbagai sudut kota. Murah, lezat dengan beragam menu pilihan serta mudah dijangkau membuat fast food semakin digandrungi banyak orang. Mengira fast food sebagai makanan modern membuat banyak anak-anak Indonesia merasa modern dan gaul ketika memasuki resto cepat saji ala amerika. Ada rasa bangga jika sudah mencicipi makanan cepat saji dari nama-nama restoran tingkat internasional.
Fast food yakni sejenis makanan dari bahan baku daging dan sayuran yang dibekukan dan disajikan dengan cepat dan instan-dianggap mampu memnuhi tuntutan aktivitas manusia modern yang membutuhkan hal serba cepat dan maunya serba instan. Semua dilakukan untuk mengejar waktu. Dengan anggapan time is money, manusia modern memberikan nilai plus untuk fast food sebagai santapan sehari-hari. Fast food sangat praktis, sehingga kebutuhan makan dengan fast food hanyalah untuk mengusir rasa lapar yang hemat waktu.
Maraknya gerak fast food diseluruh negara memaksa dunia menerapkan sistem pertanian monokultur. Sesuai tuntutan industri fast food untuk memasok bahan baku yang seragam, cepat dan instant. Misalnya, bahan baku fried chicken dari ayam boiler yang disuntik hormon dan formula khusus agar cepat besar dan berdaging. Atau bahan baku potato stick dari kentang yang bibitnya hasil rekaya genetika dangan penggunaan pupuk dan peptisida yang tidak ramah lingkungan dan mengancam ekosistem alam, lambat laun industri fast food pun memaksa penduduk dunia untuk menyantap makanan seragam dan menyingkirkan makanan-makanan lokal seperti gethuk dan ayam kampung.
Banyak penelitian yang dilakukan terhadap fast food. Ternyata bahan makanan fast food sangat tidak bersahabat dengan tubuh. Pada umumnya makanan fast food mengandung banyak lemak jenuh, lemak trans, tinggi kalori, berlimpah gula, bahkan royal dengan tambahan food addtives untuk menjadikan warna, tekstur dan cita rasa yang menggugah selera. Karena nyaris tidak menyumbangkan nutrisi, fast food dikelompokkan sebagai junk food (makanan sampah). Metabolisme tubuhpun terbebani karena dipaksa bekerja berat mencerna zat-zat sampah tak berguna tersebut. Tak heran bila volume penduduk pengidap diabetes, hipertensi, penyakit jantung, stroke, osteoporosis dan obesitas semakin meningkat. Apalagi jika fast food disantap terburu-buru. Ritual makan dengan tenang di tengah sanak keluarga sembari mengobrol santai dan mengunyah lamban semakin jarang terjadi.

Semakin Hidup Sehat, Alami dan Relaks Bersama Slow Food
Taraf kesehatan penduduk dunia rata-rata menurun setelah kecanduan pola makan fast food. Hal tersebut meresahkan hati banyak orang. Juga Carlo petrini, seorang pemerhati hidup sehat asal Italia. Pada tahun 1989 ia mendirikan organisasi slow food, sebagai bentuk nyata perlawanan terhadap globalisasi fast food. Di Indonesia sendiri organisasi slow food didirikan pada september 2006 dan dipimpin oleh Gregory Ernoult. Pilihan slow food dua dekade terakhir ini agaknya mulai menuai buah. Dengan anggota mencapai 90.000 orang yang tersebar diseluruh dunia, slow yakni sejenis makanan yang berlawanan dengan cepat saji mulai diprioritaskan sebagai gaya hidup global.
Semangat dari gerakan ini adalah untuk menyelamatkan warisan budaya makan yang autentik diseluruh dunia. Tradisi makan dan makanan tradisional harus terus dilestarikan. Jangan sampai flora dan fauna lokal dikalahkan oleh fast food. Jika tidak bisa jadi ayam kampung, gethuk dan beras rojo lele hanya akan menjadi cerita dikalangan generasi penerus. Selain itu, slow food juga berdampak panjang terhadap keselamatan lingkungan. Dengan memproduksi tanaman dan ternak secara ilmiah akan menghindarkan pertanian dari eksploitasi karena tuntutan industri fast food. Keutuhan benih tanaman pangan alami terjaga. Keragaman ternak atau unggas lokal terpelihara. Sistem pertanian yang bersahabat terhadap alam serta kehidupan manusia dan hewan juga terselamatkan. Dengan sendirinya kesimbangan alampun akan terjaga.
Secara prinsip, slow food mengajak kita kembali pada ritme makan alami. Sesuai lambang siput yang digunakan oleh organisasi ini, slow food bukan hanya menekankan kepada kita untuk menikmati makanan secara lamban dan tenang, tetapi juga mengharap kita untuk kembali ke dapur dan memasak dengan tenang. Belanja dan menyimpan lagi sayuran, daging dan bumbu-bumbu alami. Memang terlihat kontras dengan zaman yang serba cepat ini. Namun melakukan kegiatan memasak dengan tenang dan tidak terburu-buru ternyata termasuk aktivitas relaksasi (meditation on moving) yang bisa membantu melepaskan kepenatan pikiran dan jiwa. Kembali memasak dari bahan-bahan segar alami dan dengn cara alami seperti ibu dan nenek kita dulu melakukannya.
Dalam peringatan Hari Pangan pada 16 Oktober 2010 Badan Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyerukan agar penduduk dunia kembali ke pola makan natural menjadi gaya hidup personal. Nah, bila kita ingin menjadi bagian keluarga dunia yang sehat, slow food selayaknya menjadi gaya hidup keseharian kita. Tak masalah apakah sebagai penganut vegetarian atau food combining, yang terpenting dimasak dari bahan-bahan alami, dimasak secara alami dan dinikmati dengan ritme alami pula. Mari kita mulai demi kesehatan!
Berikut langkah-langkah nyata untuk mendapatkan hidup sehat ala slow food:
1.    Utamakan bahan makanan segar
Dapatkan makanan segar langsung dari petani atau berbelanja di pasar tradisional yang merupakan jalur distribusi terpendek makanan segar.
2.    Lupakan bumbu instan dan MSG
Untuk menyedapkan masakan, gantilah bumbu instan dan MSG dengan bahan-bahan seperti bawang merah, bawang putih, bawang bombai, daun bawang, seledri, jahe, merica, lengkuas dan minyak wijen.
3.    Bumbu Instan segar dan alami
Untuk menyiasati waktu, kita tidak perlu menggunakan bumbu instan kemasan. Bumbu-bumbu instan alami bisa disiapkan sendiri sebagai stok bumbu segar. Bekukan bumbu dalam ice tray, sehingga kita tinggl menggunakannya sesuai keperluan, tanpa repot harus mengupas dan mengulek dulu.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Slow food sehat. www.okezone.com.
Anonim. 2010. Gerakan slow food. www.ksupointer.com.
Anonim. 2010. Pola makan slow food. www.detik.com.
Ela, Fsy. 2010. 17 oktober. Gaya hidup slow food. Kedaulatan rakyat. Halaman: 11

*Disadur dari Karya Tulis Ilmiah salah satu siswa terbaik Nurfadhillah Sarah Roshidah, Selamat :) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan pesan.. bebas, sopan, dan tidak berbau SARA ya.. nuhun