Senin, 15 Desember 2014

Edisi wanita



Wanita Karir: Solusi bukan Tanpa Masalah
Oleh: Nor Istiqomah

Fenomena wanita karir sangat merebak sejak isu gender naik ke permukaan, dan hingga kini masih menimbulkan banyak persepsi. Seorang wanita baik yang sudah menikah ataupun belum akan lebih bangga jika memiliki pendapatan sendiri, karena menunjukkan pribadi yang mandiri. Manusia juga sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain, memiliki fisik yang berbeda, kondisi, situasi, usaha, tujuan, bahkan dalam Islam disebutkan rizki manusia itu masing-masing dan sudah diatur oleh Sang Pemberi Rizki, sehingga berbeda satu sama lain. Kecenderungan ini membuat manusia sering berpikir hidup itu adalah masalah eksistensi. Sejauh mana ia dapat menunjukkan prestasinya (terutama dalam dunia kerja), di situ ia eksis.
Sebenarnya Islam sudah sangat memuliakan wanita dengan tidak mewajibkannya bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, banyak kalangan wanita beralasan desakan ekonomi yang semakin berat, dan keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik untuk memilih terjun dalam dunia karir. Pekerjaan memang menggiurkan karena setiap pekerja berhak mendapatkan uang kompensasi atau disebut gaji yang tidak sedikit, setidaknya mencukupi kehidupan pribadinya. Tidak salah jika ada istilah Uang memang hamba yang baik tapi tuhan yang kejam. Ia bisa diperlakukan untuk apa saja semau yang punya (sebagai hamba), sekaligus juga menuntut perbuatan yang tak jarang sangat tidak bermoral untuk lebih banyak mendapatkannya (sebagai tuhan). Ya, secara kasat mata demi uang tentunya setiap manusia mau bekerja, karena tak dapat dipungkiri bahwa hidup ini butuh uang. Meski dari lubuk hati yang terdalam tentu ada niat luhur mencari ridlo Allah. Insya Allah.
Berkarir bagi seorang wanita kini sudah sangat biasa dan lumrah, bahkan pandangan modern menganggap sebagai suatu yang wajib. Karir dalam konteks pembicaraan ini berarti bekerja di luar pekerjaan rumah. Sebenarnya istilah wanita karir bisa ditujukan pada wanita yang sudah menikah maupun belum. Namun pembicaraan yang sangat ramai dengan banyak pendapat kontroversial adalah pada wanita karir yang sudah berumahtangga atau sebut saja istri karir. Dalam Al Quran surat Annisa 34 disebutkan:


Sangat jelas bahwa suami wajib memberi nafkah kepada istri. Dan tidak ada kewajiban istri untuk sebaliknya, memberi nafkah kepada suami, atau turut menyokong perekonomian keluarga. Namun kita tidak lupa dengan ayat Allah surat AnNahl 97:
Barang siapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan, baik dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan supaya melakukan amal kebaikan didunia. Jadi tanpa memandang jenis kelamin, beramal, atau diartikan luas sebagai bekerja adalah anjuran bagi umat manusia, untuk mencari ridlo Allah. Ayat ini ditegaskan dengan perintah Allah dalam surat Ar Ro’du ayat 11:
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga kaum tersebut merubahnya sendiri.

Jelas sudah bahwa Allah sangat menganjurkan setiap insan berbuat sesuatu, lebih lagi, bekerja keras untuk memperbaiki taraf hidupnya. Bahwa doa harus diimbangi dengan usaha.
Namun demikian kembali kepada konteks berkarir, secara sosial kultural Indonesia pada perkembangannya masih mengikuti budaya timur, yaitu wanita cukup di dalam rumah saja, sebagai bentuk menjaga pandangan, menjaga rumah, dalam arti menjaga harta suami saat suami pergi; mengurusi pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak, sudah sesuai dengan ayat Allah surat An Nur ayat 31:
Katakanlah kepada wanita beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak darinya...ila akhirihi.

Ditambahkan lagi dengan ayat 34 surat An Nisa:
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum laki-laki) atas sebagian wanita, dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka... ila akhirihi.
Berkarir tidak secara jelas dilarang atau diharuskan. Penulis menilai bahwa bekerja bagi seorang istri diperbolehkan dalam situasi tertentu, demikian juga dapat menjadi wajib dalam situasi tertentu pula, dan sangat mungkin menjadi tidak boleh atau sangat tidak dianjurkan pada suatu waktu. Tujuan menjadi pertimbangan penting sebelum istri memilih untuk berkarir. Tujuan mendapatkan penghasilan tambahan yang sangat primer harus dipenuhi untuk menyokong perekonomian keluarga mewajibkan istri mengambil pilihan bekerja di luar rumah. Namun, hal ini semata membantu suami dengan tetap menjalankan kewajibannya mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Meskipun keputusan bekerja merupakan salah satu usaha untuk mnyelesaikan persoalan ekonomi keluarga, tapi menjadi wanita karir juga sangat nyata dampak negatifnya. Karir wanita saat ini sangat mungkin memasuki segmen manapun termasuk lapangan pekerjaan yang dulu banyak dikerjakan laki-laki. Tak jarang ditemui montir wanita, satpam wanita, sopir bus juga wanita. Hal ini menunjukkan bahwa wanita mulai menunjukkan taringnya, bahwa ia tak mau lagi dianggap lemah. Semangat bekerja pada wanita erat kaitannya dengan gender. Sisi lain, masuknya wanita dalam dunia kerja menyebabkan terjadinya kompetisi perebutan lapangan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Secara signifikan, hal ini juga yang menyebabkan meningkatnya angka pengangguran laki-laki. Sangat ironis jika kemudian timbul budaya istri bekerja dari pagi sampai sore sedangkan suami diam di rumah.
Dampak lain jika istri bekerja adalah bisa jadi penghasilan istri melebihi penghasilan suami. Ini sangat berbahaya, karena akan timbul sifat sok berkuasa pada si istri. Demikian juga suami akan merasa rendah diri, dan akhirnya hubungan keluarga tidak lagi harmonis. Dalam kacamata penulis, ini sering terjadi di dunia artis, dan sudah menjadi rahasia umum dengan berakhir pada perceraian, naudzubillah min dzalik.
Lantas bagaimana sebaiknya wanita menyikapinya? Melihat perkembangan wanita karir saat ini, menjadi penting untuk membuat catatan yang sebaiknya dipertimbangkan sebelum seorang wanita memutuskan untuk bekerja:
1.     Meminta izin kepada suami
2.     Pekerjaan tidak menyita waktu hingga kewajiban istri terhadap suami dan kewajiban ibu terhadap anak terabaikan
3.     Pekerjaan tidak melampaui kodrat wanita (seperti montir, tukang batu, dll)
4.     Dapat menjaga diri, moral dan beretika (sebagai wanita, istri, dan ibu)
Karena tak dapat dipungkiri bahwa wanita juga diperlukan dunia pekerjaan, seperti profesi bidan, dokter, pengasuh bayi, guru, pembantu rumah tangga, dll. Untuk itu sebenarnya ruang gerak wanita sangat luas: dalam kerumahtanggaan, istri adalah pengelolanya; dalam pendidikan anak, ibu adalah pengasuhnya; pun dalam pekerjaan luar rumah, wanita sangat berpotensi untuk dapat berkiprah, dengan tetap mengindahkan syariat dan memahami kodrat.

*pernah diikutkan dalam lomba artikel Wanita muslimah penyelenggara IMM UNS, tapi gagal :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan tinggalkan pesan.. bebas, sopan, dan tidak berbau SARA ya.. nuhun